RAHASIA KEKUATAN PERSEKUTUAN
Filipi 2:1-11
Mari kita mulai dengan suatu pertanyaan. Apakah Rasul Paulus hanya merupakan
seorang penginjil saja? Ehm, maksud saya begini: apakah Rasul Paulus merupakan seorang yang memiliki hanya karunia penginjilan saja?
Kalau menurut saya, jawabannya tidak. Bagaimana menurut Anda?
Mungkin Anda bilang, loh kok jawabannya tidak. Jelas-jelas dalam surat
Korintus, Paulus pernah bilang “… aku menanam, Apolos menyiram…” (I Kor 3:6).
Menanam disini kan konteksnya menanam benih firman Tuhan, nah itu berarti
penginjilan, bukan? Oke, argumen Anda bisa diterima. Dan memang argumen Anda
tersebut tepat sekali!
Tetapi, saya mau ajak Anda melihat jawaban saya. Menurut saya, Paulus
tidak hanya berkarunia penginjilan. Dalam surat-suratnya di sepanjang
Perjanjian Baru, kita bias melihat banyak karunia-karunia lain yang dimiliki
Paulus. Misalnya karunia menulis. Dalam 1 Korintus 10:10 malah Paulus pernah
mengatakan, menurut sebagian orang, ia lebih fasih menulis daripada berbicara. “Sebab, kata orang, surat-suratnya memang
tegas dan keras, tetapi bila berhadapan muka sikapnya lemah dan
perkataan-perkataannya tidak berarti”. Apakah ini mengindikasikan Paulus
adalah seorang yang grogi-an? Lalu,
selain menulis, menurut saya Paulus juga memiliki karunia pertukangan. Dalam
Kisah Rasul 18:3, tercantum “….karena
mereka sama-sama tukang kemah.”
Tentu masih banyak karunia-karunia lain yang ada dalam diri Paulus.
Tetapi salah satunya yang menjadi paling menarik buat saya secara pribadi,
adalah karunia pastoral yang dimiliki
Paulus. Memang, Paulus bukan gembala di suatu jemaat tertentu. Ia hanya pergi mengabarkan
Injil ke suatu daerah, tinggal disana bersama-sama penduduk setempat untuk sementara waktu, lantas pergi ke daerah
lain. Namun demikian, jelas terlihat dalam hamper seluruh surat-suratnya,
Paulus mampu mengingat berbagai detil peristiwa yang ia lalui di wilayah
tertentu, bahkan ia mampu menyebutkan nama-nama orang yang ia layani. Jelas ini
bukan kemampuan pastoral yang diperoleh secara akademis, melainkan karunia
Allah sendiri, bukan?
Nah, perikop yang kita baca hari ini, bagi saya terasa seperti surat
pastoral-nya Paulus kepada jemaat Filipi. Mengapa pastoral? Mari melihat perikop-perikop
sebelumnya. Kita dapat menemukan doa dan kesaksian Paulus, antara lain
berbicara tentang pengalaman pelayanannya dan pengalaman spiritualitasnya
bersama Tuhan. Namun, di perikop ini, kita dapat menemukan nasehat Paulus
kepada jemaat Filipi. Rasa-rasanya saya seperti membaca sebuah surat
pembimbingan pastoral dari seorang Bapak Gembala yang sedang terpisah jauh
dengan jemaatnya, tetapi hatinya begitu melekat dengan para jemaatnya itu. Duh!
Surat pastoral ini bukan surat pastoral biasa. Surat pastoral ini amat powerful! Hanya dengan membacanya saja,
sungguh, terasa begitu dalam kerinduan dan keintiman hubungan rohani Paulus
dengan jemaat Filipi. Paulus tidak hanya memberikan mereka serentetan daftar
peraturan do’s and dont’s, melainkan
ia menuliskan sebuah pembimbingan nyata yang begitu tulus meluap dari hati
misinya. Paulus menasehatkan jemaat Filipi agar terus bertumbuh dalam
persekutuan dengan Kristus dan dengan sesama orang percaya. Suatu nasehat yang
tentu begitu menguatkan jemaat Filipi yang sedang “kehilangan” bapak rohani
mereka. Suatu surat yang seolah-olah berkata: “Jangan takut! Meskipun aku
dipenjara, kalian harus tetap bertumbuh dan berbuah!” Begitu menguatkan.
Terlebih-lebih, dalam perikop ini terdapat suatu rahasia yang amat
menarik, yaitu rahasia kekuatan persekutuan orang-orang percaya.
Rahasia-rahasia ini amat relevan untuk diterapkan dalam kehidupan persekutuan
kita masing-masing, baik persekutuan gereja, persekutuan kampus/sekolah,
persekutuan kantor, dan sebagainya. Apa sajakah rahasia kekuatan persekutuan
itu?
1. Persekutuan yang Mengenal Allah
Oke, ini rahasia pertama yang juga
merupakan rahasia terpenting dari segala bentuk persekutuan Kristen.
Pertama-tama harus memiliki ini dulu. Mari lihat ayat 1a, “Jadi karena di dalam Kristus…” Paulus mengawali keseluruhan
perikop ini dengan frasa “di dalam
Kristus”. Persekutuan orang percaya berbeda dengan paguyuban ataupun
organisasi manapun. Persekutuan orang percaya dibangun dan berdiri di dalam
Kristus. Nah ini syarat mutlak dari suatu persekutuan Kristen. Sudah menjadi
persekutuan yang tidak sehat (atau mungkin tidak dapat dikatakan persekutuan
lagi) apabila tidak berada di dalam Kristus. Setelah persekutuan tersebut
dimulai di dalam Kristus, persekutuan tersebut juga harus membawa orang-orang
di dalamnya untuk mengenal Kristus. Nah ini bisa kita perhatikan di ayat 5-11,
dimana Paulus menuntun jemaat Filipi untuk memperlengkapi dirinya dengan
pikiran dan perasaan Kristus, untuk membuat persekutuan sesama jemaat semakin
hangat dan kuat, dengan tujuan akhirnya adalah untuk membawa segala sesuatu
tunduk dalam nama Yesus Kristus. Jadi persekutuan yang sehat adalah persekutuan
yang mengenal Allah, dalam arti: dibangun dan berdiri di dalam Kristus, serta
membawa jiwa-jiwa semakin mengenal Kristus. Sudahkah persekutuan kita
mengenal Allah?
2.
Persekutuan yang Mengenal Diri
Sendiri
Rahasia kekuatan persekutuan yang
kedua setelah pengenalan akan Allah adalah pengenalan akan diri sendiri. Hal ini
bisa kita tarik dari ayat 2 “…hendaklah
kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan,” juga dari ayat
3 dan 4 yang mengulangi sebanyak dua kali frasa“….kepentingannya sendiri…” Di ayat-ayat tersebut, memang orientasi
nasehat Paulus adalah untuk kesatuan jemaat dengan semangat kepedulian kepada sesama.
Namun bila kita melihat lebih dalam kalimat-kalimat di ayat-ayat tersebut, kita
akan dapat menemukan sebuah prinsip logis, yaitu tidak mungkin seseorang dapat
mengenal orang lain bila ia tidak mengenal dirinya sendiri. Tidak mungkin
seseorang dapat mengerti orang lain bila ia belum mengerti bagaimana dirinya
sendiri. Tidak mungkin seseorang dapat memahami kebutuhan orang lain, bila ia
tidak memahami apa kebutuhannya sendiri. Frasa sehati, sepikir, satu hati, satu
jiwa, satu tujuan, tentu maksudnya adalah untuk membawa jemaat kepada kesatuan.
Tetapi tidak boleh dilupakan bahwa masing-masing orang, sebagai satu pribadi,
memiliki hatinya sendiri, pikirannya sendiri, jiwanya sendiri, tujuannya
sendiri, dan bahkan kepentingannya sendiri!
Nah, bagaimana seseorang bersekutu sebenarnya adalah tentang bagaimana ia
mengenal dirinya: apa kekurangan-kekurangannya, apa kelebihan-kelebihannya, apa
keinginan atau target pencapaiannya, apa kebutuhannya, dan kemudian setelah ia
mengenal dengan baik siapa dirinya, barulah ia dapat menempatkan dirinya dalam
keunikan dan kekhasan persekutuannya, bersama dengan orang-orang di sekitarnya.
Nah, hal ini juga mesti dimengerti secara menyeluruh dan seimbang. Bukan
berarti orang itu mengenal diri dulu lantas baru masuk persekutuan, kalau belum
mengenal dirinya tidak boleh masuk persekutuan. Tidak, karena tidak ada yang
bisa mengenal diri kita selain Allah. Maka, dalam perjalanan kehidupan
bersekutu itu sendirilah akan dibukakan satu persatu siapa diri kita dan
semakin kita dimampukan untuk menempatkan diri di tengah-tengah persekutuan. Marilah
semakin mengenal diri untuk bersekutu dan semakin bersekutu untuk mengenal
diri!
3. Persekutuan yang Mengenal Sesama
Nah ini adalah rahasia terakhir,
sekaligus rahasia pelengkap dari keseluruhan rahasia kekuatan persekutuan.
Tentu dalam bersekutu kita akan berinteraksi bersama-sama orang lain yang mungkin
berbeda suku, latar belakang, gaya hidup, kebiasaan, hobi, pendidikan, status sosial,
dan sebagainya. Untuk itu diperlukan pengenalan yang benar satu sama lain. Dengan
mengenal sesama, barulah dapat tercapai tujuan akhir yang Paulus tekankan bagi
jemaat Filipi, yaitu saling bersinergi untuk semakin mengenal dan mewartakan
Kristus. Dengan saling mengenal barulah kesatuan tubuh Kristus itu dapat
tercipta. Perlu diperhatikan, untuk saling mengenal kita perlu memiliki
beberapa sikap yang sudah Paulus tuliskan disini, yaitu sehati sepikir, mau menyamakan persepsi kea rah yang lebih baik dan
terbaik. Bukan pendapatku atau pendapatmu, melainkan pendapat terbaik. Kemudian
tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Bila bisa
dirangkum, mungkin istilah yang tepat untuk dipakai adalah rendah hati. Dan yang terakhir, diperlukan sikap saling terbuka, untuk menceritakan kebutuhan
satu sama lain, supaya orang lain juga dapat mengetahui apa kebutuhan kita.
Sangat egois bila kita mengharapkan orang lain (sepersekutuan) mengetahui atau
memperhatikan kebutuhan kita tapi kitanya sendiri diam-diam terus, tidak pernah
mengindikasikan kalau kita membutuhkan sesuatu. Pertanyaannya, sejauh
mana persekutuan kita sudah mengenal sesama?
Mari kita bersama-sama menerapkan tiga rahasia kekuatan persekutuan
tersebut dalam kehidupan persekutuan kita masing-masing, hingga pada hari-Nya
nanti semua tujuan terciptanya persekutuan Kristen di seluruh belahan dunia
dapat tercapai, yaitu “supaya dalam nama
Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan
yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,”
demi kemuliaan Allah, Bapa!” (Filipi 2:10-11)
0 komentar:
Posting Komentar