Pages

Sabtu, 18 Agustus 2012

Rahasia Kekuatan Persekutuan


RAHASIA KEKUATAN PERSEKUTUAN
Filipi 2:1-11

Mari kita mulai dengan suatu pertanyaan. Apakah Rasul Paulus hanya merupakan seorang penginjil saja? Ehm, maksud saya begini: apakah Rasul Paulus merupakan seorang yang memiliki hanya karunia penginjilan saja? Kalau menurut saya, jawabannya tidak. Bagaimana menurut Anda?

Mungkin Anda bilang, loh kok jawabannya tidak. Jelas-jelas dalam surat Korintus, Paulus pernah bilang “… aku menanam, Apolos menyiram…” (I Kor 3:6). Menanam disini kan konteksnya menanam benih firman Tuhan, nah itu berarti penginjilan, bukan? Oke, argumen Anda bisa diterima. Dan memang argumen Anda tersebut tepat sekali!

Tetapi, saya mau ajak Anda melihat jawaban saya. Menurut saya, Paulus tidak hanya berkarunia penginjilan. Dalam surat-suratnya di sepanjang Perjanjian Baru, kita bias melihat banyak karunia-karunia lain yang dimiliki Paulus. Misalnya karunia menulis. Dalam 1 Korintus 10:10 malah Paulus pernah mengatakan, menurut sebagian orang, ia lebih fasih menulis daripada berbicara. “Sebab, kata orang, surat-suratnya memang tegas dan keras, tetapi bila berhadapan muka sikapnya lemah dan perkataan-perkataannya tidak berarti”. Apakah ini mengindikasikan Paulus adalah seorang yang grogi-an? Lalu, selain menulis, menurut saya Paulus juga memiliki karunia pertukangan. Dalam Kisah Rasul 18:3, tercantum “….karena mereka sama-sama tukang kemah.”

Tentu masih banyak karunia-karunia lain yang ada dalam diri Paulus. Tetapi salah satunya yang menjadi paling menarik buat saya secara pribadi, adalah karunia pastoral yang dimiliki Paulus. Memang, Paulus bukan gembala di suatu jemaat tertentu. Ia hanya pergi mengabarkan Injil ke suatu daerah, tinggal disana bersama-sama penduduk setempat untuk sementara waktu, lantas pergi ke daerah lain. Namun demikian, jelas terlihat dalam hamper seluruh surat-suratnya, Paulus mampu mengingat berbagai detil peristiwa yang ia lalui di wilayah tertentu, bahkan ia mampu menyebutkan nama-nama orang yang ia layani. Jelas ini bukan kemampuan pastoral yang diperoleh secara akademis, melainkan karunia Allah sendiri, bukan?

Nah, perikop yang kita baca hari ini, bagi saya terasa seperti surat pastoral-nya Paulus kepada jemaat Filipi. Mengapa pastoral? Mari melihat perikop-perikop sebelumnya. Kita dapat menemukan doa dan kesaksian Paulus, antara lain berbicara tentang pengalaman pelayanannya dan pengalaman spiritualitasnya bersama Tuhan. Namun, di perikop ini, kita dapat menemukan nasehat Paulus kepada jemaat Filipi. Rasa-rasanya saya seperti membaca sebuah surat pembimbingan pastoral dari seorang Bapak Gembala yang sedang terpisah jauh dengan jemaatnya, tetapi hatinya begitu melekat dengan para jemaatnya itu. Duh!

Surat pastoral ini bukan surat pastoral biasa. Surat pastoral ini amat powerful! Hanya dengan membacanya saja, sungguh, terasa begitu dalam kerinduan dan keintiman hubungan rohani Paulus dengan jemaat Filipi. Paulus tidak hanya memberikan mereka serentetan daftar peraturan do’s and dont’s, melainkan ia menuliskan sebuah pembimbingan nyata yang begitu tulus meluap dari hati misinya. Paulus menasehatkan jemaat Filipi agar terus bertumbuh dalam persekutuan dengan Kristus dan dengan sesama orang percaya. Suatu nasehat yang tentu begitu menguatkan jemaat Filipi yang sedang “kehilangan” bapak rohani mereka. Suatu surat yang seolah-olah berkata: “Jangan takut! Meskipun aku dipenjara, kalian harus tetap bertumbuh dan berbuah!” Begitu menguatkan.

Terlebih-lebih, dalam perikop ini terdapat suatu rahasia yang amat menarik, yaitu rahasia kekuatan persekutuan orang-orang percaya. Rahasia-rahasia ini amat relevan untuk diterapkan dalam kehidupan persekutuan kita masing-masing, baik persekutuan gereja, persekutuan kampus/sekolah, persekutuan kantor, dan sebagainya. Apa sajakah rahasia kekuatan persekutuan itu?

1.       Persekutuan yang Mengenal Allah
Oke, ini rahasia pertama yang juga merupakan rahasia terpenting dari segala bentuk persekutuan Kristen. Pertama-tama harus memiliki ini dulu. Mari lihat ayat 1a, “Jadi karena di dalam Kristus…” Paulus mengawali keseluruhan perikop ini dengan frasa “di dalam Kristus”. Persekutuan orang percaya berbeda dengan paguyuban ataupun organisasi manapun. Persekutuan orang percaya dibangun dan berdiri di dalam Kristus. Nah ini syarat mutlak dari suatu persekutuan Kristen. Sudah menjadi persekutuan yang tidak sehat (atau mungkin tidak dapat dikatakan persekutuan lagi) apabila tidak berada di dalam Kristus. Setelah persekutuan tersebut dimulai di dalam Kristus, persekutuan tersebut juga harus membawa orang-orang di dalamnya untuk mengenal Kristus. Nah ini bisa kita perhatikan di ayat 5-11, dimana Paulus menuntun jemaat Filipi untuk memperlengkapi dirinya dengan pikiran dan perasaan Kristus, untuk membuat persekutuan sesama jemaat semakin hangat dan kuat, dengan tujuan akhirnya adalah untuk membawa segala sesuatu tunduk dalam nama Yesus Kristus. Jadi persekutuan yang sehat adalah persekutuan yang mengenal Allah, dalam arti: dibangun dan berdiri di dalam Kristus, serta membawa jiwa-jiwa semakin mengenal Kristus. Sudahkah persekutuan kita mengenal Allah?

2.       Persekutuan yang Mengenal Diri Sendiri
Rahasia kekuatan persekutuan yang kedua setelah pengenalan akan Allah adalah pengenalan akan diri sendiri. Hal ini bisa kita tarik dari ayat 2 “…hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan,” juga dari ayat 3 dan 4 yang mengulangi sebanyak dua kali frasa“….kepentingannya sendiri…” Di ayat-ayat tersebut, memang orientasi nasehat Paulus adalah untuk kesatuan jemaat dengan semangat kepedulian kepada sesama. Namun bila kita melihat lebih dalam kalimat-kalimat di ayat-ayat tersebut, kita akan dapat menemukan sebuah prinsip logis, yaitu tidak mungkin seseorang dapat mengenal orang lain bila ia tidak mengenal dirinya sendiri. Tidak mungkin seseorang dapat mengerti orang lain bila ia belum mengerti bagaimana dirinya sendiri. Tidak mungkin seseorang dapat memahami kebutuhan orang lain, bila ia tidak memahami apa kebutuhannya sendiri. Frasa sehati, sepikir, satu hati, satu jiwa, satu tujuan, tentu maksudnya adalah untuk membawa jemaat kepada kesatuan. Tetapi tidak boleh dilupakan bahwa masing-masing orang, sebagai satu pribadi, memiliki hatinya sendiri, pikirannya sendiri, jiwanya sendiri, tujuannya sendiri, dan bahkan kepentingannya sendiri! Nah, bagaimana seseorang bersekutu sebenarnya adalah tentang bagaimana ia mengenal dirinya: apa kekurangan-kekurangannya, apa kelebihan-kelebihannya, apa keinginan atau target pencapaiannya, apa kebutuhannya, dan kemudian setelah ia mengenal dengan baik siapa dirinya, barulah ia dapat menempatkan dirinya dalam keunikan dan kekhasan persekutuannya, bersama dengan orang-orang di sekitarnya. Nah, hal ini juga mesti dimengerti secara menyeluruh dan seimbang. Bukan berarti orang itu mengenal diri dulu lantas baru masuk persekutuan, kalau belum mengenal dirinya tidak boleh masuk persekutuan. Tidak, karena tidak ada yang bisa mengenal diri kita selain Allah. Maka, dalam perjalanan kehidupan bersekutu itu sendirilah akan dibukakan satu persatu siapa diri kita dan semakin kita dimampukan untuk menempatkan diri di tengah-tengah persekutuan. Marilah semakin mengenal diri untuk bersekutu dan semakin bersekutu untuk mengenal diri!

3.       Persekutuan yang Mengenal Sesama
Nah ini adalah rahasia terakhir, sekaligus rahasia pelengkap dari keseluruhan rahasia kekuatan persekutuan. Tentu dalam bersekutu kita akan berinteraksi bersama-sama orang lain yang mungkin berbeda suku, latar belakang, gaya hidup, kebiasaan, hobi, pendidikan, status sosial, dan sebagainya. Untuk itu diperlukan pengenalan yang benar satu sama lain. Dengan mengenal sesama, barulah dapat tercapai tujuan akhir yang Paulus tekankan bagi jemaat Filipi, yaitu saling bersinergi untuk semakin mengenal dan mewartakan Kristus. Dengan saling mengenal barulah kesatuan tubuh Kristus itu dapat tercipta. Perlu diperhatikan, untuk saling mengenal kita perlu memiliki beberapa sikap yang sudah Paulus tuliskan disini, yaitu sehati sepikir, mau menyamakan persepsi kea rah yang lebih baik dan terbaik. Bukan pendapatku atau pendapatmu, melainkan pendapat terbaik. Kemudian tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Bila bisa dirangkum, mungkin istilah yang tepat untuk dipakai adalah rendah hati. Dan yang terakhir, diperlukan sikap saling terbuka, untuk menceritakan kebutuhan satu sama lain, supaya orang lain juga dapat mengetahui apa kebutuhan kita. Sangat egois bila kita mengharapkan orang lain (sepersekutuan) mengetahui atau memperhatikan kebutuhan kita tapi kitanya sendiri diam-diam terus, tidak pernah mengindikasikan kalau kita membutuhkan sesuatu. Pertanyaannya, sejauh mana persekutuan kita sudah mengenal sesama?

Mari kita bersama-sama menerapkan tiga rahasia kekuatan persekutuan tersebut dalam kehidupan persekutuan kita masing-masing, hingga pada hari-Nya nanti semua tujuan terciptanya persekutuan Kristen di seluruh belahan dunia dapat tercapai, yaitu “supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” demi kemuliaan Allah, Bapa!” (Filipi 2:10-11)

0 komentar:

Posting Komentar