Pages

Jumat, 13 Januari 2012

Mari Kita Pugar Kembali

Kalau kita melewati Jalan Raya Kramat, kita akan menemui gapura bergambar Bung Karno dan Bung Hatta dengan tulisan nan gagah berani, “Pancasila Rumah Kita” buah karya Bung Franky Sahilatua. Idealis dan nasionalis, memang.
                Tetapi miriskah kita seandainya sepuluh tahun lagi kita tidak akan menemui anak bangsa yang hafal butir-butir satu sampai lima yang dirumuskan dalam rapat seru selama tiga hari? Akankah mimpi BPUPKI itu akan tetap abadi atau malah tergeser dengan menariknya globalisasi? Cendekia tua telah mati. Negarawan tua telah kembali kepada Sang Khalik. Ilmuwan tua tutup usia dengan penelitian terakhirnya yang membawa kesimpulan bahwa tidak ada apapun di dunia ini yang abadi. Lantas, negara tetap menanti. Menanti mereka—atau mungkin menanti kita.
                Yang muda akan dicari. Indonesia perlu Bung Karno masa kini. Yang kalau pidato mungkin sudah bisa disiarkan langsung ke seluruh penjuru bumi melalui teknologi.  Indonesia butuh Bung Hatta yang agaknya lebih trendi. Tidak lagi pakai sepatu Bally melainkan ganti dengan New Era atau Adidas (maaf, tulisan ini bukan ajang promosi) yang berwarna-warni seperti pelangi. Persetan dengan warna sepatu yang dikenakan ketika memimpin rapat dewan petinggi, yang penting jiwa Pancasila tetap kokoh tak terganti.
                Indonesia butuh. Indonesia amat butuh. Indonesia butuh penerus, yaitu pemuda-pemudi yang tidak konservatif melainkan melaju mewajahi perkembangan zaman ini dengan semangat Pancasila yang sejati. Indonesia butuh pemuda-pemudi kreatif. Indonesia butuh, butuh mereka yang mampu memugar kembali Pancasila supaya jiwanya tidak terus-terus mati suri. Indonesia butuh mereka yang tidak terima bulat-bulat ajaran guru atau dosen untuk sementara disinggahi dalam memori kemudian akan segera lupa lagi. Indonesia butuh mereka yang mengolah petuah-petuah bijak dari para empunya ilmu dan memanfaatkan semua kemungkinan untuk melakukan tindakan berbakti. Namanya saja sudah tindakan berbakti, tentu tujuannya kembali kepada dasar negara yang hakiki.
                Disinilah kita dipanggil, wahai pemuda-pemudi Nasrani. Kita punya Kitab Suci, kita punya kebenaran yang sejati. Mari pegang itu dan rasukilah seluruh aspek hidup setiap hari. Tak usah dulu kita buat gebrakan yang tinggi-tinggi. Mulai dari diri kita sendiri, mulai dengan menghormati ayah ibu yang senantiasa menuntun kita untuk hidup berbudi. Mulai dengan mengolah ilmu yang kita terima di sekolah dan kampus supaya tidak hanya jadi catatan sejarah hidup melainkan dapat relevan digunakan dalam kegiatan hari lepas hari. Mulai dengan melakukan apa yang benar—sesuai kebenaran sejati yang kita punyai—meskipun tidak ada pengawasan polisi ataupun CCTV. Integritas itu kita wujudnyatakan setiap hari dan bukan cuma prinsip yang kita ketahui.
Mari kita mulai, dengan hidup sederhana. Lakukan apa yang seharusnya kita lakukan—sebenarnya kita punya Roh Kudus untuk memberitahu kita apa yang benar yang harus kita lakukan tetapi seringnya kita abaikan. Mari kita mulai, dengan hidup yang sederhana, namun benar-benar hidup. Hidup yang asli, otentik, dan tidak neko-neko. Hidup yang tidak menjadi mereka (bangsa selain Indonesia), tetapi menjadi merdeka. Hidup yang murni, hidup yang kudus dan suci, hidup yang dijalani dengan kesungguhan hati. Mari, mari kita memugar kembali sang ideologi. Pugar kembali Pancasila itu dengan semangat hdup bernegeri. Pugar kembali Indonesia itu dengan semangat mencintai ibu pertiwi. Niscaya Indonesia akan jadi lebih asri dan senyum Tuhan terkembang karena nama-Nya termulialah. Haleluya!

Demi Allah dan Demi Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar