Pages

Senin, 19 Desember 2011

Hamba Tidak Berguna


HAMBA TIDAK BERGUNA (Pdt. Ely Tacoy) – Lukas 17:7-10; ref.
Materi Pembinaan Pelayan Musik GKR Gedong – 31 Juli 2009

I.          APA YANG DICARI ORANG DALAM IBADAH?
Ada empat hal besar yang “dicari” jemaat dalam ibadah. Jemaat yang datang dalam suatu ibadah (terutama jemaat awam yang tidak memiliki pengetahuan/latar belakang teologi atau Firman Tuhan) mengharapkan mendapat keempat hal ini, dan apabila tidak mendapatkannya, mereka akan berpindah-pindah dari suatu gereja ke gereja lain sampai mereka merasa telah “menemukan” apa yang mereka cari. Ada baiknya keempat hal ini diketahui oleh para pelayan ibadah.
1.         Jemaat pergi ke gereja dengan alasan “mau cari Tuhan”. Entah dia benar-benar menemukan atau berjumpa dengan Tuhan secara pribadi dalam ibadah, namun mayoritas orang, kalau ditanya “kenapa ikut ibadah?” pasti mereka menjawab “mau cari Tuhan”. Untuk itu, para pelayan ibadah harus dapat menjelaskan dengan jelas kepada jemaat dalam setiap acara ibadah: Tuhan yang mana yang harusnya mereka cari itu. Pelayan Tuhan dalam ibadah harus memberi pengertian yang jelas kepada jemaat agar tidak terjadi salah kaprah atau salah ajaran dalam ibadah.
2.         Jemaat mau mendapatkan Firman Tuhan yang menjawab atas setiap poersoalan atau masalah mereka dalam hidup sehari-hari. Itu sebabnya pengurus komisi/persekutuan tertentu harus peka dan cermat mengamati dan menemukan apa yang dibutuhkan atau sedang menjadi pergumulan dari sebagian besar jemaatnya.
3.         Jemaat (umumnya di Indonesia) suka menyanyi, sehingga mereka mencari praise and worship yang suasananya “ngangkat”. Padahal sesungguhnya, ngangkat atau tidaknya suatu pujian dan penyembahan tergantung kepada hati setiap pribadi yang turut di dalamnya.  Ada orang yang beranggapan kalau praise and worship-nya full band, baru bisa dibilang seru atau ngangkat. Padahal musik sendiri hanyalah sarana yang dipakai dalam ibadah tersebut. Apabila setiap jemaat sudah mempersiapkan dan memiliki hati yang menyembah, suasana seperti apapun tidak dapat menghalanginya untuk merasakan kenikmatan dari pujian dan penyembahan tersebut. Namun tidak ada salahnya juga apabila para pelayan ibadah dimungkinkan untuk menyajikan suatu acara ibadah yang segar dan menyenangkan (dalam persekutuan yang tidak terikat liturgi/susunan baku). Hal ini berguna untuk dapat menambah antusiasme dan kebersamaan diantara pelayan dan jemaat.
4.         Jemaat merindukan hubungan atau sambutan yang hangat. Tidak sedikit jemaat yang pindah gereja karena merasa tidak disambut atau tidak punya teman dalam gereja. Disinilah peran penting pengurus atau pelayan ibadah, yaitu menciptakan suasana yang hangat dan akrab sebelum, sesudah, dan selama ibadah (namun tentunya tidak dengan mengobrol pada saat ibadah berlangsung).

II.       APA ITU PELAYAN-HAMBA?
       Pelayan-Hamba adalah setiap orang yang sudah dipanggil oleh Allah, keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib (I Ptr 1: 29). Pelayan-Hamba harus melayani dengan hati, dengan totalitas dan kerendahan hati (Kolose 3:23). Seorang Pelayan-Hamba haruslah telah dibahkan/being a new creation (2 Kor 5: 17) dan telah berdamai dengan Tuhan (2 Kor 5: 19); berdamai dengan diri sendiri; dan juga berdamai dengan sesama.

III.     7 CIRI KERENDAHAN HATI PELAYAN-HAMBA
1.       Bersedia melakukan segala bentuk pelayanan (ay. 7-8)
               Tidak ada pelayanan yang kecil atau yang besar. Semua pelayanan sama di hadapan Tuhan. Namun kadang kemanusiaan kitalah yang suka “mengecil-ngecilkan” atau “membesar-besarkan” pelayanan. Misalnya, apabila minggu ini kita menjadi seorang WL atau pemusik, mungkin kita akan melakukan persiapan besar-besaran, latihan keras, bahkan berdoa dan puasa. Hal ini tidak salah, namun pertanyaannya, apabila misalnya minggu berikutnya kita menjadi kolektor atau penyambut, akankah persiapan yang kita lakukan sebesar dan seheboh minggu yang lalu? Inilah yang dinamakan salah kaprah, kita menganggap pelayanan di panggung (WL, singer, pemusik) lebih besar dan lebih hebat daripada pelayanan di luar panggung (kolektor, sound system, bersih-bersih, dll). Dalam ayat 7 dan 8 dijelaskan bahwa seorang pelayan-hamba harus siap melakukan pekerjaan apapun: membajak, menggembalakan ternak, menyediakan makanan majikan, mengikat pinggang majikan, melayani majikan sampai selesai makan dan minum, dsb.

2.       Seorang pelayan-hamba tidak boleh mengeluh, harus tulus.
               Akan sangat mudah bagi kita menemui alasan-alasan ketidakmauan orang untuk melayani. Bisa saja orang tersebut mengatakan sibuk, capek, sakit, tidak bisa, tidak berbakat, dan lain sebagainya. Hal ini perlu dihindari karena sebenarnya semua alasan-alasan tersebut menggambarkan tidak adanya kerelaan atau ketulusan hati untuk melayani. Pelayanan tidak boleh dilakukan dengan hitung-hitungan, misalnya “saya kan sudah melayani Tuhan, berarti saya layak dong mendapat berkat yang besar”. Sesungguhnya bukan seperti itu. Pelayanan adalah ungkapan syukur dan sembah kita karena Tuhan telah menyelamatkan dan memelihara hidup kita dengan kasih-Nya.

3.       Seorang pelayan-hamba harus dapat memprioritaskan Tuhan
               Seorang pelayan-hamba tidak memprioritaskan diri sendiri, melainkan memprioritaskan pelayanannya (ay. 7-8; penekanan pada ayat 8c). Jangan salah mengartikan kata “pelayanan”. Pelayanan disini bukan hanya pelayanan di gereja atau ibadah, melainkan pelayanan di titik dimanapun engkau berada. Apabila di sekolah, kita adalah siswa, maka pelayanan kita yang sejati ialah belajar dan menghormati Bapak/Ibu guru, mengerjakan segala tugas yang diberikan, menaati tata tertib yang berlaku, dan lain sebagainya. Begitu pula apabila kita berada di rumah, sebagai seorang anak kita wajib menghormati orangtua kita, membantu menyelesaikan tugas-tugas, dan lain sebagainya. Itulah pelayanan kita yang sesungguhnya, menjadi berkat bagi orang lain (Mat 5:16) dan bukan mementingkan kesenangan kita pribadi.

4.       Seorang pelayan-hamba tidak mencari penghargaan/pujian pribadi
(lih. Luk 3:16; Yoh 3:30)
                 Dalam menjalankan tugas pelayanan, seorang pelayan-hamba tidak boleh memiliki motivasi lain selain melayani. Banyak sekali pelayan Tuhan yang punya motivasi yang salah dalam melayani, misalnya saja ingin tampil, ingin dilihat banyak orang, ingin mengekspresikan diri atau ingin mengembangkan bakat, ingin mengisi waktu yang kosong, mencari kegiatan karena bosan di rumah, dan masih banyak motivasi-motivasi salah lainnya. Hal ini dikarenakan kita tidak mengerti posisi kita. Sesungguhnya, setiap pelayan adalah hamba. Kata “hamba” sendiri dalam bahasa aslinya dan juga dalam bahasa Indonesia sehari-hari mengacu kepada budak, pembantu, atau kacung. Kata “budak” dalam Perjanjian Lama merajuk kepada budak belian, yaitu setiap orang yang hidupnya telah dibeli oleh tuannya. Mereka yang telah dibeli ini sudah menjadi milik tuannya (sama dengan derajat kepemilikan sebuah benda/barang) sehingga dapat dipastikan mereka tidak mempunyai hak apa-apa lagi akan hidupnya sendiri. Seluruh hidup budak ini ada dalam tangan tuannya, dan ia wajib mengabdi penuh seumur hidup kepada tuannya itu. Karena alasan inilah, tidak ada seorang pelayan pun yang pantas atau layak untuk menyombongkan diri. Setiap pelayan harus tahu siapa dirinya, karena ketika kita tahu diri dan memiliki konsep yang benar, maka tidak ada alasan bagi kita untuk sombong atau mencari penghargaan bagi diri sendiri.

5.       Setiap pelayan-hamba harus terbuka kepada nasehat (Ibr 10:25)
               Banyak pelayan Tuhan yang salah: mereka merasa mereka sudah jagi, sudah hebat, sudah benar, sudah di atas orang lain, sehingga mereka sulit diajar, dikritik, atau dinasehati oleh orang lain, atau bahkan marah ketika dikritik oleh orang lain. Tidak sepantasnya kita melakukan sikap seperti ini, kita harus tetap terbuka pada setiap kritik, nasehat, masukan, ajaran, ataupun komentar dari orang lain. Tentu tidak semuanya kita terima, kita pun harus menyeleksi untuk menerima hal-hal yang membangun saja dan melupakan hal-hal yang menjatuhkan. Kita harus tetap ingat bahwa di atas langit masih ada langit, di atas kita masih ada orang-orang yang lebih ahli dan berpengalaman sehingga kita membutuhkan masukan dari mereka agar kita semakin berkembang. Seorang pelayan hamba memiliki karakter seperti ini: tidak marah ketika ditegur karena kesalahannya dan tidak tersinggung ketika dinasehati.

6.       Seorang pelayan-hamba harus rela untuk menderita
(2 Sam 6:20-22; 1 Ptr 2: 21-24; Mat 5:11-12)
               Dalam pelayanan, kita akan sangat sering sekali menemukan tantangan dan kesulitan. Namun seorang pelayan-hamba memiliki sikap yang berkorban, rela menderita demi melakukan pelayanan bagi Kristus (ingat kembali makna pelayanan yang sesungguhnya dalam poin 3), sebagaimana Kristus sendiri telah menderita bagi kita untuk menyelamatkan kita yang berdosa.

7.       Seorang pelayan-hamba harus menghargai orang lain dan kemampuan yang dimiliki orang tersebut (Flp 2:3)
               Setiap pelayan-hamba tidak akan mampu untuk mengerjakan semua tugas pelayanan sendiri. Kita membutuhkan orang lain untuk melakukan tugas-tugas pelayanan secara bersama-sama. Untuk itu kita tidak boleh menganggap orang lain lebih rendah atau lebih bodoh dari kita, karena setiap orang pasti memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang berbeda-beda. Setiap orang harus menghargai dan memandang orang lain lebih utama daripada dirinya sendiri, dan menghargai setiap kemampuan yang dimiliki orang lain.

IV.     JANJI TUHAN UNTUK PELAYAN-HAMBA YANG RENDAH HATI
1.       “... Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa...” (Yoh 12:26)
Tapi jangan lupa lihat syaratnya yang terdapat pada kalimat sebelumnya!
2.       “... Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu..” (Mat 25:23)
3.       Tersedia mahkota kebenaran (2 Timotius 4: 7-8)

0 komentar:

Posting Komentar